Kimia Farma Harus Digitalisasi Perusahaan

01-07-2020 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Sondang Tampubolon. Foto : Azka/Man

 

Anggota Komisi VI DPR RI Sondang Tampubolon menilai BUMN Kimia Farma perlu hadir menjangkau masyarakat lebih dalam. Hal itu dikatakannya melalui digitalisasi sistem atau dengan membuat sistem aplikasi digital, sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk membeli produk-produk Kimia Farma.

 

Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan Direktur Utama PT. Kimia Farma beserta jajarannya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Menurut Sondang, Kimia Farma belum masuk ke dalam digitalisasi perusahaan, padahal perusahaan farmasi swasta berlomba-lomba menjadi yang terdepan.

 

“Nah saya melihat bahwa Kimia Farma belum masuk ke sana karena peluang yang digitalisasi ini malah diambil oleh startup-startup lain seperti misalnya Halodoc, Alodokter dan lain sebagainya itu dengan sangat mudah sekali, tinggal aplikasi konsultasi kemudian obat dikirim. Nah Kimia Farma harus masuk ke sana dan harus menjadi leader, karena itu kebanggaan kita BUMN ini,” terangnya.

 

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menambahkan bahwa Kimia Farma juga harus melakukan standardisasi harga produk obat-obatan dan produk lain yang mereka produksi. Sebab menurutnya, di era keterbukaan ini Kimia Farma harus dapat memiliki keunggulan daya saing dengan produk-produk farmasi perusahaan swasta lainnya.

 

“Ketika tidak terjadi efisiensi, maka di sanalah perusahaan-perusahaan BUMN ini semuanya akan rontok. Karena tidak memiliki satu keunggulan daya saing dari hal efisiensi. Kalau ada cost-cost yang tidak perlu dan mau dihilangkan, ya dihilangkan saja. Sehingga bisa bersaing dengan produk-produk dari perusahaan farmasi yang lainnya,” jelas politisi daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta I ini.

 

Terlebih Kimia Farma bukan perusahaan yang memonopoli bidang kesehatan. Untuk itu, menurut Sondang, Kimia Farma harus memiliki satu competitive advantage. “Kalau bapak tidak memiliki competitive advantage salah satunya di bidang eficiency cost ya impossible. Dan itu akan membebani lagi-lagi keuangan negara, karena obat-obatan yang diproduksi kan itu dimasukkan ke dalam program-program BPJS,” tukasnya. (er/sf)

BERITA TERKAIT
Rivqy Abdul Halim: BUMN Rugi, Komisaris Tak Layak Dapat Tantiem
19-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menegaskan dukungan atas langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus tantiem...
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...